Hmmm… mau posting iseng iseng. Berhubung baru selesai membaca artikel darinya Bang Fertob. Soal komentar mengomentari. Ini hanya kemungkinan saja. Hasil analisa sepihak dan tidak saintis dari saya. Sebelum maraknya kata Ad Hominem bertebaran. Nampaknya postingan berjudul Argumentum Ad Pusingam adalah bapaknya atau founding father dari kata kata sakti “Ad Hominem“.

Dengan kata lain, kata Ad hominem menjadi populer setelah beredarnya postingan tersebut. Susah juga untuk memahaminya secara penuh. Taat logika dan taat berbahasa, itu maunya Bang Fertob. Saya juga maunya begitu. Sayang saya belum bisa. Maka dengan sok pintar, saya berusaha menguraikan tiga kecurigaan Bang Fertob menurut saya sendiri. Dan kalau masih sanggup, saya akan tambahkan kecurigaan versi saya.


Kecurigaan #1 : Tidak Tahu/Terbiasa Dengan Diskusi Yang Terarah

Jangankan dalam berdiskusi. Dalam berbicara di saat informal saja (ngobrol), orang Indonesia terbiasa dengan pembicaraan yang lazim disebut ngalor ngidul. Misalnya di warung kopi, pembicaraan yang hangat antara beberapa orang pada pagi itu adalah kegagalan calon juara dunia baru Formula 1 Luis Hamilton. Fernando Alonso, sang juara yang selama ini juara atas dasar kebohongan akhirnya gagal mempertahankan gelar. Maka lahirlah juara dunia baru bernama Kimi Raikonnen asal Finlandia.

Di tengah pembicaraan bisa saja muncul pertanyaan
“Eh, Finlandia itu masuk mana?”
“Maksudnya?”
“Maksudnya Finlandia itu negara di benua apa? Eropa? Asia? Atau Afrika?”

Hanya contoh yang dikarang karang saja. Namun memang pada kenyataannya banyak terjadi pembicaraan yang lepas dari tujuan awal. Contoh lain. Saya sedang mempresentasikan tentang apa itu SAMSAT. Tau kepanjangan SAMSAT? Kalau menurut kepala SAMSAT yang saya datangi, SAMSAT adalah singkatan dari Sistem Administrasi Bersama Di Bawah Satu Atap. Akronim sich, bukan singkatan.

Selesai presentasi, sesi pertanyaan pun berlanjut. Maka dalam hal ini pertanyaan di batasi menjadi tiga pertanyaan. Sayangnya, ketidakpuasan penanya tidak dibatasi. Maka saat penannya menanyakan apakah berarti tugas orang orang SAMSAT sama dengan Polisi? Dijawab dengan tidak sama, ditambahkan pula penjelasan yang memang menunjang. Hasilnya? Si penanya balik bertanya apakah kantor polisi dan polisinya mengetahui hal ini? Apakah dengan demikian mereka lebih berwenang daripada polisi untuk membuat, menerbitkan, hingga menertibkan STNK?

Kalau iya, kenapa yang melakukan razia adalah polisi polisi lalu lintas yang kepalaparan itu? Kenapa bukan pegawai SAMSAT yang melakukan razia untuk STNK? Jawabannya? Your question is out of context.

Seharusnya, pertanyaan dan diskusi berputar di daerah Siapa Kepala SAMSAT daerah sini. Apa tugas SAMSAT selain membuat STNK seperti yang selama ini kita kenal? Apa Wewenangnya? Kalau sampai pada kenapa bukan pegawai SAMSAT yang merazia STNK, bukankah itu sudah terjawab melalui paparan apa tugas tugas dan wewenang SAMSAT.

Dengan kata lain, disamping keluar jalur, pertanyaan dan perdebatan juga menjurus kepada pemborosan kata kata dan waktu. Sayangnya, hal inilah yang menjadi kebiasaan. Bahkan selama masih bisa menyerang dengan argumen dan pertanyaan baru, maka diskusi panas tentunya tetap panas.

Kecurigaan #2 : Tidak Bisa Menempatkan Dirinya Pada Posisi Orang Lain.

Seorang Petualang, adakalanya melupakan kebersihan. Di dalam teori survival, ada banyak cara mencari air. Termasuk di dalamnya dengan memeras lumut, atau menampungnya menggunakan ponco. Sukur sukur bisa ketemu sungai berair jernih. Yang airnya keruh saja sering kena disikat juga, daripada mati kehausan.

Hal ini jikalau diceritakan dengan orang yang taat berbiologi atau taat berkimia dan taat berkesehatan bakalan menjadi perdebatan panjang. Yang satu menjelaskan tentang cara bertahan hidup dengan pelajaran bilologi sederhana. Pihak lawan melindungi pendapatnya dengan misalnya “telah dilakukan penelitian, dan hasilnya adalah secara ilmiah telah terbukti bahwasanya air lumut itu tidak sepenuhnya steril. Masih mengandung bakteri, microba, microskop, dan teleskop. Sehingga bisa menyebabkan kanker tulang jikalau diminum oleh manusia”.

Jawaban dari pihak petualang “Bagaimana dengan prinsip Value Living? Bukankah kita harus melakukan segala cara untuk bertahan hidup. Air dari perasan lumut bisa mencegah manusia dari mati kehausan”

Serangan balasan dari orang taat berbiologi: “Manusia sanggup bertahan hidup tanpa air hingga sekian hari”

Dari petualang: “Betul, manusia dapat bertahan hidup tanpa minum selama sekian hari, namun adakalanya teori itu tidak terbukti, selain itu perlu dilakukan tindakan pencegahan. Ada air yang memang bisa diminum, kenapa harus tunggu yang belum pasti? Memangnnya minum harus bertemu dengan penjual air mineral dahulu?”

Selanjutnya dan selanjutnya. Hasilnya adalah pembelaan diri melalui argumen masing masing. Kadang kadang yang seperti ini bisa menghasilkan diskusi ilmiah ataupun perdebatan berbobot. Sayang ujungnya adalah ketidak seragaman pendapat sekaligus petentangan abadi.

Kecurigaan #3 : Menyerang Pendapat = Menyerang Ego

Yang ini malahan gampang saja. Dan nampaknya kecurigaan ini adalah kecurigaan yang dihasilkan dari seringnya terjadi hal diatas.

Misalnya. Ada tulisan mengenai busuk dan korupnya pemerintahan. Tanggapan yang terjadi adalah pembenaran dari berbagai oknum yang entah dari pegawai pemerintahan yang sesungguhnya, ataukah oknum kurang kerjaan.

Biasanya mereka membeberkan banyak hal tentang manisnya pemerintahan. Menyangkal korupsi dengan berbagai berita dan kutipan. Hingga kata kata “kalian seharusnya bersukur masih ada yang bersedia mengurusi rakyat ini”. Tidak sama persis, hanya dimirip miripkan saja.

Kecurigaan #4 : Tidak Bisa Membedakan Acceptance dan Tolerance

Yang ini saya anggap sebagai diskusi dari artikel ini. Itu soal Acceptance dan Tolerance nya saja sih. Yang jelas, yang suka ber ad hominem tidak mengerti kedua duanya. Tidak peduli kedua duanya. Termasuk tidak mengindahkan teori tentang Matahari Mengelilingi Bumi Bumi Mengelilingi Matahari. Yang ada hanyalah faham Pokoknya™ Kamilah Yang Paling Benar! Sehingga semua yang bertentangan harus dibabat habis, dikalahkan dengan berbagai cara hingga yang busuk. Atau dengan serang, lalu pergi tanpa jejak.

Sebuah tindakan yang pengecut. Apalagi jikalau sebenarnya sang komentator sanggup, atau mengetahui bahwasanya serangannya bisa ditepis oleh lawan. Namun diam saja, karena sudah menyerang secara ad hominem plus dengan gaya pengecut pula.

Kecurigaan Dari Saya

Makhluk makhluk yang gemar ber ad hominem adalah makhluk makhluk yang sebenarnya sok tahu! Sehingga saat kehabisan ide dalam menyerang pendapat orang, ataupun kehabisan akal membela pendapat. Ad Hominemlah yang menjadi senjata pamungkas. Minimal memuaskan hasratnya untuk merasa menang.

Powered by ScribeFire.