Pernahkah Anda berprasangka buruk? Pasti pernah…. meski katanya berprasangka buruk itu ga baik, kadang kadang kita perlu melakukannya.

Misalnya begini, ada orang yang datang ke rumah kita sambil gedor gedor rumah kita disertai teriakan teriakan “Heiii, cepat buka pintu!!”. Mana itu orang bawa sajam lagi. Masa kita harus berprasangka baik terhadap orang itu? Misalnya kita menduga bahwa dia adalah pengantar kue ulang tahun? Ga mungkin! Dia pasti berniat jahat.

Ah, itu hanya pengantar basi dan kurang nyambung aja. Sebenarnya yang saya mau kasih prasangka buruk adalah oknum penghancur nama baik Islam benama Fulus Pembela Islam (FPI)! Kenafa sich harus FPI? Bukan yang lain? Namanya juga prasangka buruk, dan di sini saya berhak menyangka apa saja kepada siapa saja.

FPI dan Playboy. Bagi saya FPI itu dibayar oleh Playboy guna meningkatkan keingintahuan masyarakat terhadap Playboy. Playboy membayarkan sejumlah uang sekaligus kontrak kerja pada FPI, termasuk buat aksi brutal mereka menghancurkan gedung redaksi Playboy. Gunanya? Asuransi gedung yang bakalan cair. Namun yang paling utama adalah simpati dan ketertarikan masyarakat untuk makin ingin tahu tentang majalah Palyboy. Hasilnya? OMSET.

Semuanyakah anggota FPI berlaku seperti itu? Saya sangka tidak. Hanya beberapa aktor intelektual saja kalau menurut saya. Mungkin, mungkin lhoooo, mungkin ada saja yang benar benar ga suka dengan majalah Playboy. Benar benar ingin membakar majalah Playboy dan melarang terbit di Indonesia. Kenafa? Pikir mereka ngapain juga Playboy terbit di Indonesia? Kalau isinya bukan full bugil seperti yang diharapkan.

FPI dan penghancuran tempat maksiat lain. Jelas motifnya adalah persaingtan bisnis. Pemilik tempat adu ketangkasan A ga suka dengan perkembangan tempat adu ketangkasan B. Gimana caranya menghambat progress saingan bisnis yaitu tempat adu ketangkasan B yang sudah mulai merebut konsumen yang biasanya mampir ke tempat adu ketangkasan A? Mengutus preman beneran maupun Polisi/tentara/aparat terlalu beresiko. Mending menggunakan FPI. Lumayan, hitung hitung makai nama agama. Yah, paling tidak beberapa orang bakalan ga berani macam macam.”itu urusan agama, kita ga usyah ikut campur. Kalau ikut campur, kita nanti dianggap bid’ah! Bahkan Kafir™”.

Begitu juga dengan orang orang yang suka menaburkan pengkafiran dan mencap Bid’ah kesana kemari. Ngapain bikin gituan? Supaya yang liat ngeklik alamat mereka, trus liat alamat alamat mereka, trus makin populer. Hingga orang awam pun ikutan melihat dan membaca untuk kemudian menjadi pengikut mereka. Minimal simpatisan. Atau berkata “Saya dukung antum, mereka memang bla bla bla”

Dalam dunia selebritis yang penuh kemunafikan juga kayanya begitu. Seperti misalnya seorang Maria Eva yang pengen terkenal akhirnya menyebarkan videonya dengan Yahya Zaini. Tujuannya? Supaya dirinya terkenal. Hasilnya? Berhasil dong, video itu jadi incaran dan konsumsi publik. Nama Maria Eva menghiasi berbagai media cetak maupun elektronik hingga internet. Keuntungan yang didapat? Terkenal! Publik yang doyan mengkonsumsi gosip benar benar terpuaskan. Mungkin sekali pesanan buat dirinya meningkat, baik itu pesanan buat nyanyi atau mungkin pesanan buat “karaoke”.

Artis artis lain juga senang sekali berlaku demikian, mereka menyukai para wartawan infotainment dan tabloid gosip. Merelakan diri menjadi konsumsi publik berarti meningkatkan ketenaran. Pemain sinetron jadi banyak dapat order, artis yang suka nyanyi jadi bayak diminta tampil. Penghasilan pun meningkat.

Nampaknya mengencingi air zam zam memang cara yang bagus buat terkenal.