Kayanya saya sudah tidak tahan lagi, untuk itu saya pun memutuskan untuk mengganti Avatar saya dengan yang lebih di terima oleh masyarakat Indonesia, sebab menurut polling, ada saja yang mengisi bahwasanya avatar saya itu adalah bahaya laten dan mengancam keamanan negara. Padahal sudah ga zamannya lagi menganggap logo Palu dan Arit sebagai Logo PKI. Bagaimanapun juga, saya tidak bisa berontak dari apa yang selama ini telah tertanam dalam di otak masyarakat Indonesia, bahwasanya PKI itu busuk. Ini adalah sebuah generalisasi yang menurut saya justru lebih jelek ketimbang generalisasi saya terhadap Yahudi! Oke, sebagai orang Indonesia yang pernah diajarkan pepatah dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Di bumi Indonesia saya berpijak, di fikirannya orang Indonesia saya berada dan berkecimpung, dan di pikiran orang orang Indonesia yang picik pula avatar saya dianggap busuk, maka saya akan menjunjung langit dimana buminya saya pijak. Demi menghormati pikiran dan pendapat mayoritas orang Indonesia yang menganggap avatar itu busuk, maka saya menggantinya. Semoga avatar baru ini tidak lagi dianggap busuk. Terima Kasih atas perhatiannya, mohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang anda sekalian rasakan.

Di bumi dimana saya berpijak sekarang ini, tiada hari tanpa kekerasan dan tindak kriminal, mulai dari pembunuhan sampai bunuh diri. Mulai dari perkosaan sampai pelecehan seksual. Mulai dari tindakan tidak senonoh pasangan bukan suami istri sampai aborsi. Mulai dari kekerasan dalam rumah tangga sampai kekerasan dalam institusi. Apa Yang Terjadi????????

Apakah masyarakat ini tidak punya agama? Punya, liat saja KTP mereka, ada kolom agama di situ dan kayanya semua kolom agama di KTP nya orang Indonesia itu ada isinya. Apakah kalau punya agama mereka tidak punya para mentor alias para pembimbing alias para pemuka agama? Punya, banyak malahan. Apakah masyarakat tidak punya aparat, jaksa dan hakim yang bisa menegakan keadilan dan kebenaran? Punya, meski sebagian besar oknumnya banyak yang jadi mafia dan doyan pungli. Apakah masyarakat tidak mampu membantu aparat menjaga keamanan dan menegakkan keadilan dengan cara membentuk ormas dan lembaga swadaya? Mampu sekali, sampai sampai ormas itu bertindak melebihi aparat dan menciptakan hukum sendiri.

Sekarang apa yang kurang? Pendidikan moral sudah diajarkan mulai dari Sekolah Dasar sampai pas kuliah. Pendidikan agama tidak dihapuskan di sekolah, sehingga agama tetap bisa dipelajari meski dengan porsi yang sedikit. Sekolah agama juga masih ada untuk yang mau mendalami agama. Lantas?

Seorang sosiolog yang menjadi tamu di acara Selamat Pagi di Trans7 mengatakan bahwasanya masyarakat Indonesia sekarang ini sedang mengalami Social Disobedience. Sebuah gejala pemberontakan sosial yang dilakukan masyarakat. Masyarakat ini memang sudah letih dan bosan dengan kehidupan yang dijalani sekarang. Merampok bukan lagi karena masalah perut, tapi karena berbagai alasan. Misalnya ingin menikah, kenapa untuk menikah harus merampok? Karena biaya pernikahan mahal, dan usaha atau pekerjaan yang ada tidak dapat mencukupi tuntutan pernikahan yang mahal dan merepotkan.

Kenapa seorang ayah beranak tiga merampok? Karena ia harus membiaya’i urusan perut dan urusan sekolah anak anaknya, sejatinya ia tidak pernah jadi kriminal, bahkan dalam hatinya mungkin tidak tersirat sedikitpun keinginan untuk merampok. Namun arus kehidupan telah menyeretnya menjadi seorang kriminal. Usaha dan pekerjaannya selama ini tidaklah mencukupi keperluan sandang pangannya. Untuk mencari penghasilan tambahan atau meningkatkan taraf hidup ia tak mampu. Sementara para kapitalis busuk diluar sana terus memepermainkan harga dan menyetok barang barang kebutuhan sehari hari, sedangkan para mafia pendidikan turut pula menyunat dana pendidikan yang sudah sedikti itu.

Kenapa seorang lelaki tega memperkosa saudari kandungnya sendiri? Selain sakit jiwa bawaan. Faktor lain yang mungkin banyak terjadi adalah si lelaki tak sanggup menikah, membayar pelacur juga ga sanggup, sementara arus pornografi dan pornoaksi telah menghantamnya dengan keras, sehingga mau tak mau “Pusaka Sejuta Umat” nya yang harus dipenuhi “sesajen”nya minta “tumbal” terus, dan akhirnya tumbalnya adalah saudari sendiri (bisa juga kambing, ayam dan batang pisang).

Pasutri rela jadi bandar kecil dengan resiko besar, semua demi meyambung hidup. Anak gadis menjual diri demi membantu hidup keluarganya.Yang ga berani jadi kriminal atau kehabisan akal dalam menyelesaikan masalah, baik dengan cara yang mengandung “lemak sapi” maupun “lemak babi” memilih mengakhiri hidupnya, seperti misalnya seorang ibu yang mengakhiri hidupnya dan anak anaknya.

Aparat tidak bisa disalahkan karena aparat juga kelelahan dan kewalahan dalam menangani kasus kasus kriminal yang ada. Aparat tidak bisa menjadi satu satunya tumpuan dan harapan untuk menyelesaikan Social Disobedience ini dengan keterbatasan jumlah personel, dana dan peralatan. Lantas?

Hadirlah ormas ormas yang bertebaran di seluruh Indonesia, begitu juga partai partai dan LSM yang konon katanya membantu masyarakat menjadi lebih baik hidupnya. Tetap saja masalah ini tidak terselesaikan. Sehingga? Sebenarnya apa yang dibutuhkan negara yang sakit kronis ini? Yang dibutuhkan negara ini bukanlah polisi yang sanggup menangkap maling dan pengedar narkoba, melainkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga tidak ada lagi orang orang yang berfikiran jahat saat tidak mampu mencari pekerjaan. Tidak perlu seorang pengangguran memikirkan untuk berjualan narkoba misalnya, apabila lahan pekerjaan baik dari yang swasta maupun milik pemerintah tersedia dengan banyaknya.

Tidak perlu seorang ayah berfikir untuk menjual anaknya, kalau ia bisa bekerja dengan penghasilan yang mencukupi, atau ia bisa menyekolahkan anaknya setinggi tingginya sehingga tidak khawatir dengan masa tuanya karena punya anak yang masa depanya cerah. Tidak perlu juga negara ini mengurusi pemuda pemuda berijasah SD yang menganggur dan menjadi calon calon kriminal atau anak anak jalanan apabila keadilan dan kesejahteraan sosial terlaksana.

Social disobedience ini hanya bisa ditaklukkan dengan Properous Society. Caranya? Masih banyak orang orang pintar dengan kapasitas otak yang melebihi besarnya batu kerikil atau sebiji kacang ijo diluar sana yang lebih tau daripada saya, hanya saja mereka tidak pernah menggunakan otaknya untuk menciptakan Prosperous Society. Namun jstru menambah parah Social Disobedience ini.

Note: Semoga saya tidak salah dalam menafsirkan penjabaran Social disobedinece dari sang sosiolog itu.